Part 1
“Aku
menyukaimu. Maukah kau jadi pacarku?”
“....”
“....”
“Maaf,
aku tidak bisa Garneta!”
(gubrakkk...
lagi-lagi ditolak! duniaku berputar lebih cepat dan aku seperti tersedot dalam
lubang kepedihan yang gelap dan pekat, siapapun tolong akuuu....!)
Kata-kata
itu masih ku ingat sampai sekarang. Untuk kesekian kalinya aku ditolak oleh
pria. Nasibku memang tidak sebaik Kak Renata. Kakakku yang memang notabene
lebih cantik dariku, begitu mudahnya mendapatkan pria yang ia suka. Bahkan Kak
Renata tidak perlu mengutarakan perasaannya terlebih dahulu pada pria-pria yang
dia sukai seperti yang kulakukan. Karena perasaan Kak Renata tidak pernah
bertepuk sebelah tangan. Oh Tuhan, Kenapa kau tidak mengundangku saat pembagian
wajah cantik? aku pasti akan rela mengantri meski diantrian nomor terkahir.
(T_T nangis sambil guling-guling)
Apa
mungkin wajahku kurang menarik? Aku menatap bayanganku di dalam cermin. Tidak
ada yang salah dengan wajahku. Aku juga terlalu jelek. Hidungku tidak sepesek
Rina nose. Pipiku juga tidak tembem seperti bakpau. Mataku bulat, kalau senyum
membentuk bulan sabit. Gigiku juga putih dan rapih. Tinggi dan berat badanku
termasuk kategori proporsional. Ya, meskipun tidak setinggi kak Renata yang
memiliki tubuh bak Model profesional. Yang pasti wajah dan tubuhku masih
orisinil, belum dijamah oleh peralatan kecantikan apapun. Tapi kenapa mereka
menolak cintaku???
“Sayang...
Keluarga Damian sudah datang. Ayo cepat keluar!” itu suara Mamaku yang cerewet.
Oh, nasib burukku datang lagi. Damian, cowok superkeren yang diperkenalkan saat
makan malam keluarga Dinata dan Guntoro sebulan lalu. Aku pasti akan jatuh
cinta padanya. Lalu dia akan menolakku seperti lelaki lain. Oo, poor girl. Pria tampan memang kejam.
Tapi entah kenapa aku selalu terpesona oleh ketampanan mereka.. huhuu ini
seperti kutukan bagiku.
Aku
merapikan gaun pink yang ku kenakan. Aku mengeluarkan jurus ampuh penghilang
rasa grogi. Menarik nafas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan-lahan.
Meskipun efeknya tidak lama, namun aku selalu mempraktekkannya.
***
Aku
berada di ruang tamu. Membisu tanpa sepatah katapun. Orangtuaku tampak asyik
mengobrol dengan keluarga Guntoro. Entah apa yang mereka bicarakan, akupun
tidak terlalu tertarik dengan obrolan mereka. Aku lebih tertarik menatap wajah
superkeren yang duduk tidak jauh dari tempatku duduk. Wajahnya supertampan. Kemeja
dongker yang ia kenakan begitu pas membentuk badannya yang bidang, hampir membuatku
mimisan.
Tapi
sayang, pria itu tak menghiraukan keadaan di sekitarnya. Terlalu fokus dengan
gadget ditangannya. Sedikit menguntungkanku, aku jadi lebih puas memandanginya.
“Selamat
sore...” Suara lembut itu bak dentingan mozart yang menenangkan seketika
membuyarkan fantasiku.
Semua
pandangan tertuju pada pemilik suara, kecuali aku. Karna aku tau siapa pemilik
suara itu. Yup, Kakaku yang selalu lebih unggul dariku, Renata Alwi Dinata .
“Renata,
kemari sayang! Perkenalkan ini Om Guntoro. Dan ini anaknya Om Guntoro, namanya
Damian Fready Guntoro.” Mamaku langsung memperkenalkan Kak Renata pada Keluarga
Guntoro. Kak Renata menyalami Om Guntoro dan Damian. Perasaan tidak suka
langsung menyerangku, saat Damian begitu intens menatap Kak Renata. Tidak
seperti waktu Kak Renata belum datang, lelaki itu lebih tertarik dengan
gadgetnya daripada menatapku. Jangankan menatap, melirikpun tidak!!!
Aaarrggh... Menyebalkan.
***
Aku
menatap rerumputan yang basah karena hujan semalam dari balik terali jendela
kamar. Begitu hijau dan tampak segar. Seolah-olah mengejekku atas kemuraman
wajahku yang tak dapat kututupi dari siapapun. Andai aku memegang gunting
rumput saat ini, aku akan memotong mereka sampai habis, takkan kusisakan walau
sejumput.
Aku
menarik nafas panjang. Menghirup udara pagi yang begitu sejuk. Memenuhi rongga
paru-paruku dengan pasokan oksigen. Ah, Segaarrnyaa....
Tiba-tiba
saja wajah Damian melintas dalam benakku. Sedang apakah Damian kalau pagi-pagi
begini? Apakah ia sudah bangun? atau ia masih tertidur pulas dalam selimut tebal
dengan bertelanjang dada sambil mendengkur? Fantasi liar tentang Damian
berkelebat dalam pikiranku.
Mendengkur?
Hei, apa yang kupikirkan. Mana mungkin pria superkeren seperti Damian tidur
mendengkur. Damian itu terlalu manis untuk tidur mendengkur, gumamku dalam hati
dengan seulas senyum. Senyum khas yang selalu ku keluarkan bila aku sedang
berfantasi tentang pria idamanku.
Apa yang tidak
mungkin? Kau saja yang cantik selalu tidur mendengkur! Sela kata hatiku
yang lain. Aku membenarkan kata hatiku yang satu ini.
Semua orang
berpotensi tidur mendengkur, tidak terkecuali Damian. Kau saja yang terlalu
naif, menganggap Damian lelaki sempurna tanpa cela. Dia itu
juga manusia, sama sepertimu. Bukankah kau juga terlihat sempurna, lalu kenapa
kau selalu ditolak oleh pria yang kau sukai? Bisik kata hatiku.
Aku
sempat tersinggung dengan ucapan hatiku sendiri yang menyinggung tentang
nasibku yang tak terlalu beruntung dalam hal asmara, tapi tidak bisa dipungkiri
pernyataan itu tak salah.
Arrgh...
aku mengacak rambutku frustasi. Pagi-pagi sudah dibuat stress oleh pikiranku
sendiri. Damian, pria itu benar-benar bencana bagiku. Bencana terindah.
***
Malam
hari..
Kulihat
Kak Renata berjalan melintasi kamarku saat aku hendak keluar. Ia mengenakan
gaun berwarna marun, gaun itu tidak oernah ku lihat sebelumnya. Ia juga
mengenakan polesan make up yang cukup tebal. Aku bersiul menggodanya.
Dia
membalikkan badannya.
“Ya
Ampun, Garneta. Buat kaget aja, kakak kira ada preman terminal masuk ke rumah
ini.” Ia terkikik.
Aku
memberengut kesal mendengar ucapannya.
Hihihi.. AKu menirukan gaya
cekikikannya Kak Renata.” Mau kemana sih kak? Kencan ya? Loh bukannya kakak
udah putus sama Kak Rai? Balikan lagi ya? Ciee ciee..” Pertanyaan itu meluncur
mulus dari bibir mungilku.
“Ih, mau tau aja. Urusan orang gede. Anak
kecil gak boleh tau.”
“umm..
Tunggu. Kalo dilihat dari dandanan kakak yang supermenor ini, aku menyangsikan
kakak balikan lagi sama kak Rai.” Ujarku berlagak ala detektive.” Ooh...
Jangan-jangan kakak mau kencan sama Om-om ya..” tudingku.
Kak
Renata melotot, tampaknya ia kesal dengan ucapanku.”Garnetaa.....!!!”
Sebelum
ia melampiaskan kemarahannya, aku buru-buru masuk ke kamar dan menutup pintu
lalu menguncinya agar kak Renata tidak dapat masuk. Dari dalam aku masih bisa
mendengar teriakan kak Renata yang memaki-makiku. Tapi tidak sampai dengan
kata-kata kotor. Kami cukup terhormat untuk mengucapkan kata-kata kotor yang
nantinya akan mencemari mulut kami yang bebas dari kuman ini. Terkecuali
fantasi jorok yang menari-nari di benakku saat membayangkan lelaki tampan. J
aku benar-benar belum bisa mengendalikannya...
***
Mataku
masih belum bisa terpejam. Biasanya aku selalu tidur di bawah jam sepuluh malam.
AKu tidak bisa membayangkan besok aku akan tertidur saat perkuliahan dengan Prof
Jaka Wurianto, Dosen ekonomi yang
membuatku nyaris menguap ketika mengikuti
matakuliahnya. Caranya mengajar begitu monoton dan membosankan. Kukira
semua mahasiswa yang pernah ia ajar akan menyetujui ucapanku...
Samar-sama
aku mendengar suara deru mobil di depan rumah. Itu pasti Kak Renata. AKu
terkikik saat mengingat kejadian sesaat sebelum kak Renata pergi. Aku
menajamkan pendengaranku. Deru mobil itu tidak ada lagi, digantikan suara tawa
kak Renata dan seseorang. Pasti mereka tidak sadar kalau tawa mereka itu bisa
membangunkan tetangga sebelah.
Rasa
penasaranku muncul. Siapa sih teman kencan kak renata? AKu beringsut dari
ranjangku, melangkah menuju balkon.
Aku
terkejut saat melihat Damian sedang berdiri di samping mobil sport berwarna
merah bersama kak Renata.
Dadaku
bergemuruh, jantungku berdegup kencang seolah hendak melompat dari tempatnya.
Ternyata
Kak Renata bukan kencan dengan Om-om, tapi dia kencan dengan Damian. Oh,,
tidak! Aku benar-benar tidak rela mereka kencan, apalagi sampai jadian.
Aku
masih belum beranjak dari tempatku. Mataku terbelalak saat melihat wajah Kak
Damian perlahan-lahan mendekat ke wajah kak Renata. Biasanya kalau di drama
romantis yang pernah aku tonton, jika seorang pria mendekatkan wajahnya ke
wajah wanita, itu artinya mereka akan ber*kiss*an.
“Jaaangaaannn.....!”
Pekikku
dengan suara melengking diudara. Teriakan itu keluar tanpa aku sadari.
Ku
lihat kak Damian dan Kak Renata menatapku dengan pandangan tak percaya. Aku tak
tau apa yang mereka pikirkan dengan tindakan bodohku barusan. Tapi hatiku
sedikit lega, setidaknya kak Damian tidak jadi mencium kak Renata. Misiku
berhasil, meski tanpa sengaja. Aku tersenyum puas.
“Neta,
Apa yang kamu lakukan di situ?” tanya kak Renata sewot.”Kamu ngintip ya!”
“
Yee, sapa bilang. Kebetulan Neta sudah ada di sini dari tadi. Kalian aja yang
tidak nyadar. Seharusnya Neta yang tanya sama kakak, nagapain berduaan dengan
Kak Damian?”
“Anak
kecil mau tau aja. Masuk sana!”
Aku
menjulurkan lidahku. “Oh, jadi om-om yang tadi ngajak kencan kakak itu ternyata
kak Damian toh?”
Ejekku.
Kulihat
ekspresi wajah kak Damian berubah. Mungkin karena aku bilang Om-om kali ya,
haha... Bodo amat deh. Yang penting aku puas bales rasa sakit hati aku sama
mereka.
“Om
Damian, kapan-kapan kita jalan yuk. Masa jalannya cuma sama tante-tante doang
sih.” aku terkekeh melihat ekpresi mereka berdua. Puas sekaligus bahagia. Aku
benar-benar puas jahilin mereka malam ini. Aku rasa tidurku akan nyenyak nanti
malam. J
To
be continue....
Copyright©
2014